Bersukacita dalam Pengharapan

Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 membangkitkan pengharapan dalam diri rakyat Indonesia. Terbentuknya negara Republik Indonesia membuat kita berharap agar dapat menentukan sendiri arah dan tujuan hidup bernegara. Sekalipun demikian, mewujudkan pengharapan itu tidaklah semudah membalik telapak tangan.

Setiap negara pasti menghadapi masalah. Sebagai contoh, hampir tidak ada negara yang benar-benar bebas dari praktik korupsi. Jenis kejahatan yang ada di setiap negara berbeda-beda, tetapi tidak ada negara yang benar-benar bebas dari kejahatan. Namun, sebenarnya semua kejahatan itu memiliki akar permasalan yang sama, yaitu: dosa. Dosa bukan hanya menyangkut masalah pribadi, tetapi dosa adalah sumber masalah yang sudah merusak tatanan kehidupan manusia dalam bernegara. Itulah sebabnya, setiap negara memiliki pengharapan agar kehidupan masyarakat bisa terus dibangun menjadi lebih baik.

Sebagai orang percaya, kita harus ikut bertanggung jawab membangun negara. Untuk bisa membawa pengaruh positif dalam kehidupan bernegara, kita harus berusaha menjadi teladan dengan bertumpu pada pengharapan yang kita miliki di dalam Tuhan Yesus. Marilah kita memulai dengan mengikuti nasihat Rasul Paulus dalam Roma 12:12, "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" Jangan menyerah melihat kondisi bangsa kita pada saat ini. Sebaliknya, kita harus tekun mendoakan bangsa kita. Kita harus sabar menanggung semua kesesakan yang terjadi dan terus-menerus bersukacita dalam pengharapan pada Tuhan. [BS]